hermeneutika



Hermeneutika Fazlur Rahman

            Fazlur Rahman adalah seorang tokoh hermeneutik yang lahir di Pakistan pada 21 September 1919. Ia lahir dari keluarga agamis yang mengikuti madzhab Hanafi. Ia adalah seorang mufassir liberal yang diberi kesempatan untuk menerapkan gagasan neo-modernismenya.[1]
Fazlur Rahman menganggap Al-Qur’an sebagai respon ilahi terhadap situasi-situasi yang terjadi pada masa Nabi Muhammad, di sini Fazlur Rahman menganggap Al-Qur’an turun karena adanya sebuah peristiwa yang melatar belakanginya. Ia juga menganggap Al-Qur’an sebagai dokumen untuk manusia, jadi semua isi dari Al-Qur’an itu diperuntukkan kepada manusia agar menjadi pegangan bagi mereka.[2]
            Fazlur Rahman berpendapat bahwa Al-Qur’an harus selalu dijadikan sebagai landasan atau dasar untuk menjawab problem-problem sosial keagamaan sepanjang zaman. Ia berpendapat demikian karena ia menganggap Al-Qur’an berlaku untuk universal dan bersifat shalihun likulli zaman wa makan. Dari  sini terlihat bahwa Rahman menganggap tafsir tidak boleh berhenti, tetapi harus selalu berembangkan seiring dengan tuntutan zaman.[3]
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk diturunkan untuk semua umat manusia. Jadi Al-Qur’an harus dicari dan direnungkan kandungan maknanya secara terus menerus. Oleh karena itu, untuk mengetahui petunjuk Al-Qur’an secara tepat maka diperlukan metode-metode penafsiran. Dari sini Fazlur Rahman menegaskan bahwa untuk memperoleh sebuah pemahaman yang benar atas kandungan Al-Qur’an, maka diperlukan metode-metode yang tepat pula dan dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa adanya metode yang tepat maka penafsiran Al-Qur’an bisa jadi akan salah dan malah akan menyesatkan.
            Fazlur Rahman meyakini bahwa Al-Qur’an pasti mampu menjawab problem kekinian jika ia dibaca dan ditafsirkan dengan pendekatan kontekstual. Dari sinilah Rahman membuat teori hermeneutik, ia mempunyai dua metode dalam hermeneutika Al-Qur’annya, yaitu:
1.      Metode gerak bolak-balik (double movement)[4]
Metode ini terumus dalam kalimat “dari masa kini ke masa Al-Qur’an diturunkan, dan kembali lagi ke masa kini”, itulah yang disebut gerak bolak balik dalam penafsiran Al-Qur’an Rahman.
a.       Gerak pertama
Gerak pertama yaitu dari situasi pada masa sekarang  ke masa Al-Qur’an diturunkan, gerak ini terdiri dari dua langkah:
Langkah pertama, langkah ini merupakan langkah pemahaman tekstual Al-Qur’an dan konteks sosio-historis ayat-ayatnya. Yaitu melakukan kajian atas suatu problem historis yang melatar belakangi ayat-ayat itu diturunkan.
Langkah kedua, tahapan ini adalah tahapan memahami keseluruhan ajaran al-qur’an melalui pesan-pesan moral pada setiap ayat-ayatnya.
Gerak pertama ini disebut dengan proses pemahaman. Di sini Rahman memberikan bantuan dengan kajian dalam bidang-bidang lain, misalnya kajian linguistik Al-Qur’an.
b.      Gerak kedua
Gerak kedua ini adalah gerak dari masa Al-Qur’an diturunkan ke masa sekarang. Yaitu pemahaman dari gerak pertama yang di aplikasikan ke masa kini. Jadi proses yang dilakukan pada gerak pertama disesuaikan dengan kondisi dan situasi saat ini, jika itu sesuai maka suatu ayat Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai jawaban dari problem yang terjadi saat ini.
Metode yang pertama ini hanya diberlakukan pada ayat-ayat yang mengandung nilai sosial dan keagamaan, baik yang berkaitan dengan masalah hukum, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
2.      Metode sintetik-logik[5]
Metode yang kedua ini diberlakukan pada ayat-ayat yang mengandung makna teologi, eskatologi dan metafisik. Metode ini dilakukan dengan cara mensintesakan berbagai tema secara logik. Misalnya ayat-ayat tentang penciptaan manusia, ayat-ayat yang menyatakan tentang penciptaan manusia banyak sekali. Pada ayat-ayattersebut telah disebutkan penciptaan manusia dari sesuatu yang berbeda-beda, ada yang dari tanah, tanah liat, tembikar, saripati tanah dan lain sebagainya. Ayat-ayat ini disintesakan secara logik sehingga ayat-ayat ini terlihat tidak bertentangan.
Dalam perumusan metode-metode di atas, Emilio Betti seorang hermeneut dan pakar sejarah hukum dari italia memberikan sumbangan yang sangat besar kepada Fazlur Rahman. Emilio Betti sangat memberikan inspirasi kepada Rahman dalam menyempurnakan metode hermeneutikanya.
Menurut penulis metode yang digunakan oleh Rahman ini sesungguhnya hampir sama dengan metode tafsir yang telah ada. Metode yang pertama sama seperti metode tafsir maudhu’i, hanya saja Rahman manafsirkan ayat-ayat yang menyangkut masalah sosial dan keagamaan saja. Sedangkan metode yang kedua sebenarnya ulama-ulama terdahulu juga sudah menggunakannya yaitu dengan metode tajammu’, menggabungkan ayat-ayat yang sesuai kemudian di sesuaikan dengan logika sehingga tidak terlihat bertentangan. Namun metode yang digunakan Rahman ini adalah metode penafsiran Al-Qur’an secara objektif, dia tidak mau penafsirannya terfokus pada subjektifitas dirinya.
Kelebihan dari metode Fazlur Rahman ini yaitu metode ini tidak terlalu sulit untuk dikaji dan dipelajari. Karena metode ini hampir sama dengan metode ulama-ulama dahulu jadi metode ini mudah dimengerti. Dan dengan adanya metode-metode hermeneutika Rahman, problem-problem yang terjadi dalam masyarakat dapat terselesaikan. Metode ini memberikan alternatif baru pada pengembangan penafsiran Al-Qur’an, terutama untuk memberikan solusi terhadap kecenderungan penafsiran Al-Qur’an yang subjektif dan tekstualis.
Menurut penulis kekurangan dari metode yang ditawarkan Rahman ini adalah Fazlur Rahman masih banyak dipengaruhi oleh barat, sehingga banyak pikiran-pikirannya yang masih liberal dalam interpretasinya. dan Rahman sangat mengedepankan modernitas. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan oleh Tuhan, bukan suatu respon Tuhan untuk menjawab problem-problem masyarakat pada masa Nabi, jika memang demikian, kemudian bagaimana cara Rahman menafsirkan ayat-ayat yang tidak mempunyai sejarah yang melatar belakanginya. Menurut penulis itu juga salah satu kekurangan dalam metode yang dikemukakan oleh Rahman.
Seperti yang telah penulis kemukakan di atas bahwa metode yang dikemukakan Rahman ini sesungguhnya hampir sama dengan metode yang digunakan oleh ulama-ulama terdahulu hanya saja Rahman lebih mengedepankan objektifitas dibanding dengan subyektifitas. Sehingga penafsiran yang dilakukan akan lepas dari madzhab yang dianut oleh penafsir.
Metode hermeneutika Al-Qur’an Rahman ini menurut penulis dapat digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an dan juga dapat digunakan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya metode Rahman ini memberikan inovasi baru dalam perkembangan tafsir, meskipun sesungguhnya metode ini hampir sama dengan metode-metode tafsir yang telah ada.








[1] Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: Lkis, 2012), h. 87
[2] M. Nur Ikhwan, Hermeneutika Al-Qur’an, h. 75-77
[3] Abdul Mustaqim, Op.Cit. h. 118
[4] M. Nur Ikhwan, Op.Cit. h. 78
[5] Ibid, h. 83

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bunglon

hadis tentang penciptaan manusia

contoh penelitian hadis menggunakan pendekatan bahasa